Minggu, 21 Oktober 2012

Ini aku, tentang diriku..


Jakarta 26 mei 1996 tepat dihari minggu aku dilahirkan, malam itu ya tepat dimalam yang sunyi dan dingin semua keluargaku menantikan kehadiranku. Ibu, ibuku yang pada saat itu berjuang keras melawan kematian, mempetaruhkan nyawa demi keselamatanku, demi aku yang ingin merasakan kefanaan dunia. Detik demi detik terlewati malaikat kecil yang ditunggu-tunggu telah lahir, rasa haru, rasa syukur yang begitu dalam bahkan ketegangan menyelimuti ruang sederhana itu. Entah berapa juta kasih yang sanggup aku hantarkan pada beliau, dengan menahan rasa sakitnya beliau tersenyum tipis dan berkata lirih “Terima kasih ya Allah atas anugrah-Mu, atas semua kebesaran-Mu, atas apa yang telah Engkau percayakan padaku saat ini, terima kasih Kau lahirkan anakku dengan selamat”. “Ibu, Ayah, Kakak.. akhirnya aku bersama kalian sekarang. Akhirnya aku bisa merasakan hangatnya pelukan kalian” seraya hati kecilku berkata. Panca Warni nama yang indah diberikan padaku, entah berapa malam ayahku memikirkan nama itu, betapa berpikir kerasnya beliau saat mewujudkan do’a-do’a melalui nama itu.

Seiring berjalannya waktu aku mulai tumbuh menjadi seorang yang sederhana. Tanpa suatu kelebihan yang terlalu mencolok. Masa kecilku berlalu dengan indah, banyak kenangan yang terukir dipikiranku, tanpa bisa aku jelaskan dengan kata-kata atau aku torehkan dengan tulisan-tulisan. Tentang diriku, tentang pribadiku biarlah mereka yang menilaiku, aku hanya menjadi diriku yang utuh, diriku yang sepenuhnya, apa adanya aku bukan ada apanya didiriku.

Tak selamanya takdir menggariskan kehidupan yang indah, hari itu kelabu bagiku, hari itu aku pikir hari terakhir adanya kebahagiaan dihidupku. Entah apa yang harus aku katakan kali ini, kelam menyelimuti jiwaku. 17 Agustus 2009 tepat dihari itu aku harus merelakan ibuku, hembusan nafas terakhirnya menandakan kalau dia harus pergi dariku, harus meninggalkanku, ayah dan kakakku didunia ini. Lalu apa yang harus aku lakukan ? apa yang aku perbuat nantinya tanpamu ? banyak pertanyaan yang mengelilingi otakku, tanpa ada jawabnya, aku hanya bisa menangis, ya apa lagi yang bisa ku lakukan, “hei aku hanya remaja berusia 13 tahun”

Keluhan demi keluhan saja yang selalu aku ucapkan, tanpa pernah berfikir apa hikmah dibalik kejadian pahit ini. Dengan kenyataan pahit yang dikadokan untukku, semestinya aku semakin tegar, semestinya aku rela dan ikhlas melepas ketidak setujuanku kepada catatan takdir. Dan seharusnya aku benar-benar membuka mata, kalau ini bukan mimpi tapi realita hidup. Sadar ataupun tidak aku bukan anak yang dilahirkan terbalut sutra, tak boleh aku iri dengan mereka yang mempunyai segalanya, banyak dari anak yang menginginkan beberapa keberuntunganku, banyak yang harus aku syukuri dari semua hidup yang telah aku jalani. Tak mudah untuk bangkit dari keterpurukan, tak mudah menjadi aku dihari ini, tapi aku sadar ibuku masih menitipkan ayah dan kakakku padaku, ibu ingin melihat dari surga sana kebersamaan kami, aku yakin beliau ikut tersenyum melihat kami disini. 

Dengan mengemban tanggung jawab ini aku mulai bangkit perlahan tapi pasti, burung pipit pun tahu dia harus tetap hidup, walaupun hanya mematuki sisa padi dilumbung sang petani. Mau tak mau, hidup ini ada untuk dihidupkan. Karena aku hidup bernafas maka akan ku hidupkan nafasku. Tak ku pungkiri terbesit disetiap malam rindu-rindu yang menggelitik hatiku, kerinduan pada sesosok ibu, hangat peluknya akan tetap terkenang. Pernah aku tulis rasa rindu disecarik kertas, aku hanyutkan diderasnya hujan.

Teruntukmu ibuku,
Aku rangkai semua rinduku..
Melukis kenangan kita dilangit..
Mengukir angan kita setinggi bukit..
Raga mu kini telah tiada, tapi tidak dengan jiwamu.
Dengan kasihmu, tetap kau lantunkan do’a untukku.
Tak pernah terpikirkan akan seperti ini,
Tapi aku harus setegar karang, tetap kokoh meski diterjang ombak tak henti.
Sebait do’a disetiap malam sunyi akan aku hantarkan,
Suatu saat nanti ada masanya kita akan saling berpelukan,
Melepas semua kerinduan, bersama dan takkan terpisah lagi,
Yaa suatu hari nanti.

Kini aku bukan anak kecil lagi, aku remaja yang beranjak dewasa, aku harus mengerti segalanya. Untuk kalian yang bernasib sama, jangan pernah kalian sesali, bangkit dan buktikan pada dunia bahwa kalian bisa. Ini hidupku, dan inilah aku, akan ku jadikan senyum orang tuaku atas kebanggaanku, akan ku jadikan diriku tokoh utama dinaskah yang telah tertulis. Aku ingin seperti matahari, yang selalu bersinar setiap hari. Aku ingin seperti bulan, bersinar digelap malam. Aku akan menjadi diriku, bukan diriku yang sempurna, tapi diriku yang bisa memberikan pahatan kesan istimewa pada setiap insan yang mengingatnya.